SINGARAJA – fajarbali.com | Memperingati Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2020, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha (FHIS-Undiksha), Singaraja, menggelar Seminar Nasional bertajuk “Perguruan Tinggi dalam Pusaran Pragmatisme Demokrasi: Menakar Peran Akademisi untuk Penguatan Simpul NKRI”.
Seminar nasional secara virtual melalui aplikasi Zoom ini juga disiarkan secara langsung pada laman YouTube resmi lembaga. Menghadirkan pembicara Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UGM, Yogyakarta, Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum., dan Wakil Rektor II Undiksha Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd., sukses menarik perhatian 800 orang peserta, baik civitas internal, praktisi hukum, akademisi dan kalangan umum. Ini membuktikan, pandemi Covid-19 tidak menghalangi pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Undiksha.
Pada kesempatan itu, Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum., memaparkan materi terkait perguruan tinggi, demokrasi dan NKRI. Pertama, kata dia, perguruan tinggi sebagai sumber ilmu pengetahuan yang terdiri dari orang-orang terdidik, intelektual dan integritas. Menurutnya, dosen mempunyai tugas mendidik dan mengarahkan mahasiswa. Sedangkan mahasiswa merupakan agen perubahan yang akan menentukan nasib bangsa ke depan.
Selanjutnya, berkaitan dengan NKRI, Prof. Eddy mengemukakan tiga simpul yakni, Pancasila, Pembukaan UUD 1945 dan Kebinnekaan. Ia berpandangan, Pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah sebab tujuan dan cita-cita negara terkandung di dalamnya. Begitu pula dengan Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan konsensus kenegaraan, digali dari adat dan budaya masyarakat Indonesia.
Dalam UUD 1945 dan Pancasila tercermin kebinekaan, bahkan dalam penyusunannya dilakukan oleh tokoh-kotoh yang merepresentasikan seluruh daerah dari Indonesia misalnya, Sumatera, Jawa, Indonesia Timur, Nusa Tenggara termasuk Bali. Selanjutnya, bertalian dengan demokrasi, pada prinsipnya adalah dari, oleh dan untuk rakyat.
“Artinya kita sendirilah yang menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini kedepan. Melalui pemilihan umum kita memilih para wakil dan pemimpin yang akan menjadi pemegang kekuasaan. Untuk itu maka diperlukan kecerdasan dan kebijaksanaan dalam memilih putra-putra terbaik bangsa yang akan memimpin negara ini,” pungkas pria yang pernah ditunjuk menjadi ahli dalam sidang Sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi
Pembicara berikutnya, Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd., yang juga menjabat Ketua Umum Forum Wakil Rektor Indonesia, menyuguhkan materi “Restorasi Dunia Kampus bagi Penguatan Simpul NKRI Menuju Indonesia Maju”. Lasmawan menegaskan, sejarah telah membuktikan kiprah dunia pendidikan dalam membebaskan Indonesia dari sebuah belenggu penjajahan, baik penjajahan fisik maupun Intelektual.
“Perguruan tinggi dengan seluruh komponennya merupakan salah satu bagian dari perjuangan besar ini; apakah melaui politik kampusnya atau gerakan-gerakan intelektual dan gerakan terpelajar lainya didalam menopang pergerakan nasional Indonesia,” ujar Prof. Lasmawan.
Prof. Lasmawan memaparkan, peran perguruan tinggi dalam memanusiakan manusia, pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk mengembalikan manusia pada konsep fitranya yaitu untuk memanusiakan manusia. Pada hakikatnya pendidikan tinggi telah dibekali dengan peran yang sntral dalam pendidikan nasional Inonesia yaitu dengan Tri Darma perguruan Tinggi.
Tri Dharma Perguruan Tinggi, menurutnya, merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dan dilakukan oleh setiap perguruan tinggi di Indonesia. Perguruan Tinggi selayaknya melahirkan para pemuda atau orang-orang terpelajar yang memiliki semangat tinggi, pemikiran yang kratif, mandiri, inovatif agar dapat membangun bangsa di berbagai sektor sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Masih kata Prof. Lasmawan, iklim intelektual menjadi tolok ukur tersendiri dalam melihat terbentuk atau tidaknya suatu wacana pada sebuah wilayah kekuasaan tertentu. Wacana dapat berfungsi dengan baik apabila posisinya dimanfaatkan sebagai poros perubahan, atau katakanlah, pertimbangan politik dalam menentukan kebijakan oleh pemerintah.
Dalam proses kerja seperti inilah, para sosok intelektual wajib muncul di barisan terdepan sebagai penyelamat bangsa. Kampus sebagai pendukung masyarakat demokratis juga memiliki tanggujawab dalam memperkuat simpul NKRI. Inilah saatnya pihak kampus sebagai kaum terpelajar mengembalikan kewibawaan dan kehormatan politik dan demokrasi yang tercoreng-moreng oleh para bandit dan petualang politik.
“Kaum terpelajar kampus harus kembali mendekat dan mengembalikan kehormatan politik Indonesia. Kaum terpelajar kampus harus kembali menjadi produsen utama manusia-manusia cerdas dalam kancah politik Indonesia,” tandas Prof. Lasmawan.
Untuk diketahui, Ni Putu Rai Yuliartini, S.H., M.H yang merupakan Korprodi dari Ilmu Hukum, bertindak selaku ketua panitia seminar. Sebelum dimulai, ia terlebih dahulu menyampaikan laporan, disusul sambutan Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan yaitu Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H., LL.M, dan Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Prof, Dr. Sukadi, M.Pd., M.Ed., sekaligus membuka seminar nasional. (Gde)